KESULITAN ANAK DALAM BELAJAR (Learning Disability)
Oleh:
Ulil Albab ( 16030444 )
Program
Studi Pendidikan Bahasa Arab
Sekolah
Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran
Yogyakarta
Pendahuluan
Kesulitan
belajar merupakan hal yang perlu di tangani oleh para guru pendidik anak dan
orang tua. Kesulitan belajar merupakan bidang yang sangat luas, dan sangat
komplek untuk dipelajari, karena menyangkut sekurang-kurangnya aspek psikologi,
neurologis, pendidikan dan aspek kehidupan social anak dalam keluarga/masyarakat.
Setiap disiplin ilmu memiliki cara pandang yang berbeda dalam memahami dan
menjelaskan fenomena kesulitan belajar yang dialami oleh seorang anak. Jika
kita berhadapan dengan seorang anak, yang pertama harus dilihat adalah seorang
anak, bukan label kesulitannya semata-mata yang dilihat. Dengan kata lain pendidikan
melihat anak dari sudut pandang yang positif, dan selalu melihat adanya harapan
bahwa anak akan dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Sudut pandang inilah yang mendorong para pendidik untuk bersikap optimis dan
tidak pernah menyerah.
Hal
ini pendidikan memposisikan anak sebagai pusat aktivitas dalam pembelajarn.
Ketika pembelajaran dilakaukan maka pertimbangan pertama yang diperhitungkan
adalah apayang menjadi hambatan belajar dan kebutuhan anak. Apabila hal itu
dapat diketahui maka aktivitas pendidikan akan dipusatkan kepada apa yang
dibutuhka oleh seorang anak, bukan pada apa yang diinginkan oleh orang lain.
Pendirian seperti itu menganggap bahwa funsi pendidikan antara lain untuk
memfasilitasi agar anak berkembang menjadi dirinya sendiri secara optimal
sejalan dengan potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, sertiap anak yang
mengalami kesulitan belajar, akan menunjukan fenomena yang beragam (heterogen),
akan tetapi untuk memudahkan dalam memahami keragaman fenomena itu, kesulitan
belajar dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu kesulitan belajar yang
bersifat internal yang disebut learning disability dan kesulitan belajar
yang bersifat eksternal berkaitan dengan factor lingkungan yang disebut dengan learning
problem[1].
Kali ini penulis akan membahas terkait dengan learning disability yaitu
kesulitan belajar anak dan beberapa
point-pint yang sudah tertera dibawah, yang dimana akan dikupas-kupas tentang
berbagai tulisan dan sub-bab dibawah ini.
A.
Hakikat Dan Karakteristik Kesulitan Belajar
Hakikat kesulitan belajar sangat diperlukan karena dalam kehidupan
sehari-hari sering ditemukan adanya penggunaan istillah tersebut secara keliru.
Banyak sebagian guru, tidak dapat membedakan antara kesulitan belajar dengan
tunagrahita. Tanpa memahami hakikat kesulitan belajar, akan sulit pula
menentukan jumlah anak berkesulitan belajar sehingga pada giliranya juga sulit
untuk membuat kebijakan pendidikan bagi mereka. Dengan memahami hakikat
kesulitan belajar, jumlah dan klasifikasi mereka dapat ditentukan dan strategi
penanggulangan yang efektif dan efisien dapat dicari. Penyebab kesulitan
belajar juga perlu dipahami karena dengan pengetahuan tersebut dapat dilakukan
usaha-usah preventif maupun kuratif. Oleh karean itu, untuk para calon guru
anak-anak yang berkesulitan belajar perlu lebih dahulu memahami hakikat
kesulitan belajar sebelum melakukan pengkajian yang lebih mendalam tentang
pendidikan mereka. Ada empat tujuan yang ingin dicapai disini. Pertama, mendefinisikan
pengertian kesulitan. Kedua, pravalensi anak berkesulitan belajar. Ketiga,
mengklafikasikan kesulitan belajar dan menjelaskan penyebab kesulitan belajar.
Untuk mencapai keempat tujuan tersebut akan dibahas definisinya, prevalensi,
klafikasi dan penyebab kesulitan belajar. Pada keempat ini akan saya ulas dari
keempat tersebut.[2]
1.
Definisi
Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris learning
disability. Banyak orang yang mengatakan learning disability adalah
terjemahan yang kurang tepat karena learning artinya belajar dan disability
adalah ketidak mampuan, sehingga terjemahan yang seharusnya adalah ketidak
mampuan belajar. Oleh sebab itu, kesulitan belajar disebabkan karena suatu
konsep multidisipliner (berkaitan dengan berbagai ilmu pengetahuan) yang
digunakan di lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran.
Definisi kesulitan belajar pertama kali dikemukakan oleh The United States Office of Education (USOE) pada
tahun 1977 yang dikenal dengan Public Law. Definisi tersebut seperti dikutip
oleh Halahan, Kuffaman, dan Lloyd (1985:14).[3] Meskipun
definisi USOE merupakan definisi resmi yang digunakan oleh pemerintah Amarika
Serikat, tetapi banyak kritik yang diarahkan pada definisi tersebut karena
berbagai alasan Lovitt mengemukakan lima macam kritik.[4]
Jika kajian kesulitan tentang kesulitan belajar juga mencangkup orang dewasa
maka perlu dihindari penggunaan istillah "anak". Memasukan mengeja
sebagai kategori yang terpisah adalah tidak pada tempatnya karena mengeja
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ekspresi pikiran dan perasaan
secara tertulis. Sebagai konsekuensi dari adanya berbagai kritik terhadap
definisi maka The National Joint Committee for Learning Disabilite (NJCCLD)
mengemukakan definisi sebagai berikut: kesulitan belajar menunjukan pada
sekelompok kesulitan yang di manifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata
dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca
menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan
tersebut intinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi system saraf pusat.
Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya
kondisi lain yang mengganggu (misanya gangguan sensoris, tunagrahita, hambatan
social dan omosional) atau berbagai pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan
budaya, perkembangan yang tidak tepat, faktor-faktor psikogenetik), beberapa
hambatan tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung.[5]
2.
Prevalensi
Prevalensi anak berkesulitan belajar terkait erat dengan definisi yang
digunakan karena alat identifikasi dan asesmen untuk menetukan prevalensi
didasarkan atas definisi tertentu. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika
tiap peneliti mengemukakan data prevalensi yang berbeda dari peneliti
mengemukakan data prevalensi yang berbeda dari penelitian lainnya. Ada yang
mengatakan bahwa prevelensi anak usia sekolah yang berkesulitan belajar
membentuk suatu rentangan dari 1% hingga 30%[6]
ada pula yang mengatakan bahwa rentangannya adalah 2% hingga 30%[7]
hasil penelitian terhadap 3.215 murid kelas satu hingga kelas enam SD di DKI
Jakarta menunjukan bahwa terdapat 16,52% dinyatakan sebagai murid yang
berkesulitan belajar.[8] Menurut
Lerner (1985:18), ada lima alasan yang menyebabkan kenaikan jumlah anak
berkesulitan belajar, pertama peningkatan prosedur identifikasi dan
asemen anak berkesulitan belajar, kedua persyaratan yang longgar untuk
menentuk anak berkesulitan belajar, ketiga orang tua dan guru lebih
menyukai klasifikasi anak berkesulitan belajar dari pada klasifikasi, keempat
penurunan biaya program PLB segregatif dan
peningkatan biaya program PLB yang integrative[9] dan
adanya evaluasi ulang terhadap anak-anak yang pada mulanya dinyatakan sebagai
anak tunagrahita (idiot).[10]
3.
Klasifikasi
Membuat klasifikasi kesulitan belajar tidak mudah karena kesulitan
belajar merupakan kelompok kesulitan yang heterogen[11] Tidak
seperti tunanetra, tunarungu, atau tunagrahita yang bersifat homogen, kesulitan
belajar memiliki banyak tipe yang masing-masing memerlukan diagnosis[12] dan
remediasi (proses penyembuhan) yang berbeda-beda. Adapun itu, klasifikasi
tampaknya memang diperlukan karena bermanfaat untuk menentukan strategi
pembelajaran yang tepat. Dapat kita ambil secara garis besar kesulitan
belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yang pertama
kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental
learning disabilities) dan kedua kesulitan belajar akademik (academic
learning disabilities). Kesulitan belajar akademik menuju pada adanya
kegagalan-kegagalan pencapain prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas
yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencangkup penguasaan
keterampilan dalam membaca, menulis, atau matematika. Kesulitan belajar anak
dapat diketahui oleh guru dan orang tua ketik anak gagal atau menampilkan salah
satu atau beberapa kemampuan akademik.
Saat ada anak yang gagal dalam belajar membaca yang menunjukan ketidak
mampuan dalam fungsi-fungsi perseptual montor, tetapi ada pula yang dapat
belajar membaca meskipun ketidak mampuan dalam fungsi-fungsi perseptual
(pengenalan individu terhadap lingkungannya). Oleh karena itu, untuk memperoleh
kemampuan untuk menguasai prestasi akademik yang memuaskan seorang anak
memerlukan penguasaan keterampilan prasyarat. Untuk dapat membaca anak harus
sudah berkembang kemampuanya dalam melakukan diskriminasi visual maupun auditif
(media pengajaran).
4.
Penyebab Kesulitan Belajar
Latar
belakang terjadinya kesulitan belajar atau ketidak beresan dalam belajar banyak
sekali macam ragamnya. Tetapi bila penyebab kesulitan belajar itu dikaitkan
dengan faktor-faktor yang berperanan dalam belajar, maka penyebab kesulitan
belajar itu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu faktor yang
berasal dari dalam diri pelajar dan berasal dari luar pelajar. Penyebab
kesulitan belajar merupakan hal yang sering didengar di sekolahan manapun. Oleh
karena itu, ada dua faktor penyebab prestasi belajar yaitu, internal dan
eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar (learning disabilities)
adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis,
sedangkan penyebab utama problema belajar (learning disabilities) adalah
faktor ekternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru,
pengelolaan kegitan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan
pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat. Disfungsi
neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi juga
menyebabkan tunagrahita dan gangguan emosional, berbagai faktor penyebab
disfungsi neurologis, dari berbagai penyebab dapat menimbulakan gangguan[13].
B.
Mengenali Kesulitan dalam Pembelajaran
Sebuah masalah yang sering kali didengar adalah
kesulitan belajar anak sekolah. Adapun cara untuk merubah anak agar tidak
berkesulitan belajar yaitu dengan mengguanakan metode-metode. Guru akan mencari
cara bagaimana anak didik dapat menguasai sebuah materi dari guru dan dapat
dicerna oleh anak didik tersebut. Oleh karena itu, timbulah sebuah Metode yang
dimana akan dapat merubah cara belajar anak didik yang berkesulitan menjadi
faham tentang apa yang disampaikan pada guru. Metode berguna untuk menangani
sebuah masalah-masalah yang timbul pada anak berkesuliatan belajar. Oleh sebab
itu, seorang anak pendidik sering kali mengalami kesulitan belajar dikarnakan
karena tidak suka atau tidak cinta pada mata pelajarannya tersebut. Seperti
halnya yang sudah disinggung di atas, kesulitan belajar merupakan faktor interlnal
dan eksternal. faktor tersebut adalah penyebab kesulitan belajarnya anak yaitu
dalam bahaa Ingris learning disabilities yang artinya ketidak mampuan
anak dalam belajar[14].
Faktor-faktor
penyebab anak yang berkesulitan belajar iyalah:
1.
Faktor keturunan atau bawaan
2.
Gangguan semasa hamil saat melahirkan atau premature
3.
Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau
nutrisi dan atau ibu yang merokok, menggunakan obat-obatan (drugs), atau
meminum alcohol selama masa kehamilan
4.
Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat
tinggi, trauma kepala, atau pernah tenggelam
5.
Telinga yang berulang pada masa bayi dan balita, anak
dengan kesulitan belajar biasanya mempunyai sistem imun yang lemah
6.
Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan
alumunium arsenic, merkuri/raksa, dan neurotiksin dan lainnya[15].
Negeri Indonesia yaitu negri yang amat kaya sumber alamnya, sekrang ini bangsa Indonesia sedang
dilanda oleh berbagai krisis, baik krisis ekonomi, krisis moneter, krisis
politik, maupun krisis kepercayaan. Munculnya berbagai daerah tampaknya terjadi
pertikaian antar suku, pertikaian antar agama dan dapat di khatirkan akan
mejadi awal kehancuran dan runtuhnya negara kesatuan republik ini. Persoalan
yang dihadapkan pada kita adalah apa yang terjadi dan bagaimana kita
menyikapinya dari sudut pandang pendidikan.
C.
Bentuk-Bentuk Penanggulanan DKB (Diagnosis Kesulitan
Belajar)
Sistem
penilaian berbasis kempetensi yang direncanakan dalam kurikulum KTSP adalah
sistem penilaian yang berkelanjutan dan sistem penilaian ahir. Dalam sistem
berkelanjutan, seluruh indikator dibuat soalnya, kemudian hasilnya Dianalisis
untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dikuasai dan yang belum dikuasai,
serta kesulitan-kesulitan yang dialami siswa. Hasil analisis ujian digunakan
untuk menentukan tindakan perbaikan berupa remedial. Apabila sebagaian besar
siswa belum menguasai suatu kompetensi dasar, maka dilakukan lagi proses
pemebelajaran, sedang yang telah menguasai suatu kompetensi dasar tertentu
diberi tugas pengayaan[16].
Adapun cara penanggulanan DKB (Diagnosis Kesulitan Belajar) yaitu dicirikan
dengan adanya tindakan lanjut yaitu: Pertama, Remedial, diperuntukan
siswa yang belum mencapai batas ketunasan minimal. Kedua, pengayaan,
untuk siswa yang telah mencapai ketuntasan minimal. Ketiga, percepatan, yakni bagi
siswa yang telah mencapai ketuntasan maksimum[17].
D.
Langkah-Langkah Diagnostik Kesulitan Belajar
Pada umumnya, kesulitan belajar
merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan
dalam kegiatan mencapai suatu tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih
keras untuk dapat mengatasinya. Dapat dikatakan bahwa siswa yang
mengalami kesulitan belajar akan mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil
belajarnya, sehingga prestasi yang dicapainya berada dibawah yang semestinya[18].
Diagnosis kesulitan belajar terdapat dua istilah
diagnosis dan kesulitan belajar. Para ahali mengungkapkan mengenai pengertian
diagnosisi antara lain,menurut Harriman dalam bukunya Handbook of
Psychological Term, Diagnosis adalah suatau
analisis terdapat kelainan atau salah penyesain dari pola gejala-gejalanya.
Jadi diagnosis merupakan proses pemeriksaan terhadap hal-hal yang dipandang
tidak beres atau bermasalah. Dalam menurut Webster, diagosis diartikan sebagai
proses menentukan permasalahan kelainan atau ketidak mampuannya, yang
selanjutnya untuk menentukan permasalahan yang dihadapi. Maka dapat disimpilkan
bahwa diagnosis adalah penentuan jenis masalah atau kelainan dengan meneliti
latar belakang penyebabnya atau engan cara menganalisis gejala-gejala yang
tampak.
Jadi kesulitan belajar yang dialami
peserta didik tidak selalu disebabkan oleh intelejensi atau angka kecerdasnya
yang rendah. Kesulitan atau hambatan yang dialami oleh peserta didik dapat
berasal dari faktor-faktor fisiologi, psikologi, insturmen, dan lingkungan
belajar. Oleh sebab itu, Diagnosis merupakan proses menentukan masalah atau
ketidak mampuan peserta didik dalam belajar dengan meneliti latar belakang
penyebabnya dan atau dengan cara menganalisis gejala-gejala kesulitan belajar
pada peserta didik. Menurut Warkritik dkk bahwa permasalahan belajar terdapat
beberapa permasalah: Pertama, kekacauan belajar (Learning Disability).
Kedua, ketidakmampuan belajar (Learning Disability). Ketiga, Learning
Disfunction. Keempat, Under Achiever, adalah kesulitan belajar yang terjadi
pada anak. Kelima, lambat belajar (Slow Learner).[19]
E.
Asesmen DKB (Tehnik
Pengumpulan data dan Analisisnya)
Menurut para ahli asesmen merupakan suatu penilaian
yang komperhensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan
kekuatan. Tehnik Pengumpulan terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas
data hasil penelitian yaitu, kualitas instrumen penelitian dan kualitas
pengumpulan data. Kualitas insturmen penelitian berkenaan dengan validitas dan
reliabelitas instrumen dan kualitas pengumulan data. Oleh karena itu, instrumen
pengumpulan data yang sudah teruji reliabelitasnya, belum tentu dapat
menghasilkan data yang valid atau realiabel. Untuk mengetahui bagaimana tehnik
pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif maka akan saya uraikan
pembahasannya.
Dalam suatu penelitian, langkah-langkah pengumpulan
data adalah suatu tahab yang sangat menentukan terhadap proses dan hasil
penelitian yang akan dilaksanakan. Kesalahan dalam melaksanakan pengumpulan
data dalam satu penelitian, akan berakibat langsung terhadap proses dan hasil
suatu penelitian. Kegiatan pengumpulan data pada prinsipnya merupakan kegiatan
penggunaan metode dan instrumen yang telah di tentukan dan diuji validitasnya.
Pengumpulan data dilaksanakan melalui pendekatan penelitian kuantitatif dan
kulitatif. Pada pengertian pengumpulan data diartikan juga sebagai proses yang
menggambarkan proses pengumpulan data yang dilaksanakan dalam penelitian
kualitatif[20].
Cara-cara pengumpulan data dapat kita lakukan dengan bermacam-macam
klasifikasi. Tergantung dengan jenis, tehnik, kegunaan dan analisisnya. Adapun
jenis data yang yang terangkum sebagai berikut:
1.
Jenis data dan memperolehnya
a)
Yang pertama yaitu Data Primer.
Data Primer adalah data yang diambil secara langsung
dari objek penelitian baik perorangan maupun organisasi. Salah satu contohnya
adalah dengan menggunakan cara wawancara secara langsung saat meneliti, atau
dapat dengan cara penelitian yang lain.
b)
Yang kedua dengan mengunakan data sekunder. Data
sekunder ialah data yang tidak didapat secara langsung dari objek penelitian. Misalnya
data didapat melalui dengan surat kabar atau majalah atau hasil riset. Peneliti
mendapat data yang sudah jadi dan dikumpulkan dari pihak-pihak lain dengan
berbagai metode atau berbagai cara yang digunakan baik secara komersial maupun
non komersial.
2.
Berdasarkan sumbernya
Berdasarkan sumber-sumbernya yaitu melalui
a)
Data Internal, data interlnal merupakan data yang
menggambarkan situasi dan kondisi pada suatu organisasi secara internal.
Salahsatunya yaitu seperti data keuangan, data pegawai, data produksi.
Merupakan data-data yang internal data yang menggambarkan situasi.
b)
Yang kedua, Data Eksternal yaitu data yang
menggambarkan situasi serta kondisi yang ada di luar organisasi. Berbeda tipis dengan data internal diatas
kalau data Eksternal menggambrakan situasi dan kondisi. Kalau data Internal
hanya menggambarkan situasi saja.
3.
Klasifikasi Data Berdasarkan Jenis Datanya
a)
Dalam pengumpulan data yang berdasarkan jenisnya salah
satunya seperti data kuantitatif yaitu data yang dipaparkan dalam bentuk
angka-angka. Seperti jumlah pembeli pada saat hari raya idul adha.
b)
Kemudian data yang Kualitatif yaitu data yang
dihasilkan dalam bentuk kata-kata yang mengandung makna.
4.
Berdasarkan Jenis Data Berdasarkan Sifat Data
a)
Dalam pembagian jenis data yang berdasarkan sifat atau
data salah satunya ialah data Diskrit yaitu data yang nilainya adalah bilangan
asli.
b)
Kemudian data yang Kontinyu yaitu data yang nilainya
ada pada suatu Interval tertentu atau berada pada nilai yang satu kenilai yang
lainnya. Seperti, Dinas pertanian daerah mengimpor bahan baku pabrik pupuk
kurang lebih 850 ton.[21]
Sebenarnya pengumpulan data-data banyak metode yang
dapat digunakan salah satunya seperti yang sudah di jelaskan diatas.
Pengumpulan tersebut bisa tersirat ataupun tersutarat, yang dimana bisa
dilakukan sebagai bentuk pengumpulan data untuk memenuhi hasil penelitian. Oleh karena itu, sub bab Asesmen DKB (Tehnik
Pengumpulan data dan Analisisnya) yaitu menggambarkan untuk meneliti bagaimana
cara-caranya.
Kesimulan
Dalam
hal ini penulis menyimpulan tentang kesulitan belajar anak, dan menjelaskan
tulisan yang ada diatas. Oleh karena itu, di dalam kesimpulan ini Kesulitan belajar adalah suatu gangguan
dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencangkup pemahaman
dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Ganguan tersebut mungkin menampakkan
diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca,
menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencangkup kondisi-kondisi
seperti gangguan preseptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan.
Jika kita berhadapan dengan seorang anak seperti itu, yang pertama harus
dilihat adalah seorang anak, bukan label kesulitannya semata-mata yang dilihat.
Kesulitan belajar merupakan hal yang perlu di tangani oleh para guru dan orang
tua itu sendiri. Dapat kita ambil secara garis besar kesulitan
belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yang pertama
kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental
learning disabilities) dan kedua kesulitan belajar akademik (academic
learning disabilities).
Jadi kesulitan belajar yang dialami
peserta didik tidak selalu disebabkan oleh intelejensi atau angka kecerdasnya
yang rendah. Kesulitan atau hambatan yang dialami oleh peserta didik dapat
berasal dari faktor-faktor fisiologi, psikologi, insturmen, dan lingkungan
belajar. Menurut
Warkritik dkk bahwa permasalahan belajar terdapat beberapa permasalah: Pertama,
kekacauan belajar (Learning Disability). Kedua, ketidakmampuan
belajar (Learning Disability). Ketiga, Learning Disfunction. Keempat,
Under Achiever, adalah kesulitan belajar yang terjadi pada anak. Kelima,
lambat belajar (Slow Learner).
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan
Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta, PT RINEKA CIPTA, 2003.
Eksani Putra,
Shandy, Psikologi Pendidikan Diagnosis Kesulitan Belajar, diakses dari https://shandy07.files.wordpress.com/2010/12/makalah-diagnosis-kesulitan-belajar.pdf,
pada tanggal 10 Oktober 2017 pada pukul 10.51.
Emzir, Metodelogi Penelitian Kualitatif: Analisis
Data, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Erna Suryani, Yulinda,
Kesulitan Belajar, dalam jurnal Magistra No, 73 Th. XXII September 2010.
Fuad Effendy,
Ahmad, Metodelogi Pengajaran Bahasa Arab,
Malang, MISYKAT, 2004.
diakses pada tanggal 09 Oktober 2017
pukul 10.27.
https://hendrawansyahpta.wordpress.com/2017/01/01/bab-7-diagnostik-kesulitan-belajardkb/. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2017 pukul 11.21
Iskandar, Metodelogi Penelitian Pendidikan dan Sosial,
Jakarta, Gaung Persada Group, 2008.
[1] Ahmad Fuad
Effendy, Metodelogi Pengajaran Bahasa
Arab, (Malang, MISYKAT, 2004). Hlm 120-121
[2] Mulyono
Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar, (Jakarta, PT RINEKA CIPTA, 2003), hlm, 5-6
[3] Definisi dari
Halahan. Kuffahan. Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan
dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencangkup pemahaman
dan pengguanan bahasa ujaran atau tulisan. Ganguan tersebut mungkin menampakkan
diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca,
menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencangkup kondisi-kondisi
seperti gangguan preseptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia
perkembangan. Batasan tersebut tidak mencangkup anak-anak yang memiliki
problema belajar yang menyebabkan utamnya berasal dari adanya hambatan dalam
penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena
gangguan emosional atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi.
[4] Lima kritikan
dari seorang Lovitt. Pertama, berkenaan dengan penggunaan istillah anak, Kedua
proses psikologis dasar, Ketiga pemisahan mengeja dari ekpresi pikiran dan
perasaan secara tertulis, Keempat adanya berbagai kondisi yang digabungkan
menjadi satu, dan Kelima pernyataan bahwa kesulitan belajr dapat terjadi
bersamaan dengan kondisi-kondisi lain
[5] Ibid hlm, 7
[7] (Lovitt, 1989:
17).
[8] (Mulyono
Abdurrohman, & Nasfiah Ibrahim, 1994).
[9] Rancangan kebijaksanaan pengajaran bahasa dengan menyajikan bahan-bahan
pelajaran secara terpadu, yaitu dengan menyatukan, menghubungkan, atau
mengaitkan bahan sehingga tidak terpisah
[10] Ibid, hlm, 10
[13] Faktor
genetic, luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen,
biokimia yang hilang (misalnya biokimia yang diperlukan untuk memfungsikan
saraf pusat), biokimai yang dapat merusak otak (misalnya zat pewarna pada
makanan), pencemaran lingkungan (misalnya pencemaran timah-timah), gizi yang
tidak memadai, dan pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan
perkembangan anak (deprivasi lingkungan).
[14] Mulyono
Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar, (Jakarta, PT RINEKA CIPTA, 2003), hlm, 5
[15] Yulinda Erna
Suryani, Kesulitan Belajar, dalam jurnal Magistra No, 73 Th. XXII
September 2010, hlm, 34.
[17] Ibid.
[18] Sugianto, Diagnosis
Kesulitan Belajar, di akses dari,
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/sugiyanto-mpd/26-bab-6.pdf, pada tanggal
09 Oktober 2017 pukul 10.27.
[19] Shandy Eksani
Putra, Psikologi Pendidikan Diagnosis Kesulitan Belajar, diakses dari https://shandy07.files.wordpress.com/2010/12/makalah-diagnosis-kesulitan-belajar.pdf,
pada tanggal 10 Oktober 2017 pada pukul 10.51.
[20] Emzir, Metodelogi Penelitian Kualitatif: Analisis
Data, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2010). Hlm 10
[21] Iskandar, Metodelogi Penelitian Pendidikan dan Sosial,
(Jakarta, Gaung Persada Group, 2008). Hlm 115
Comments
Post a Comment