FONOLOGI
(AD-DALALAH SAUTIYYAH)
Oleh :
Aschabul
Maimanah (16030318)
Ulil Albab (16030444)
Program Studi
Pendidikan Bahasa Arab
Sekolah Tinggi
Agama Islam Sunan Pandanaran
2017/2018
Pendahluan
Sejarah fonologi dapat dilacak melalui riwayat
pemakaian istilah fonem dari waktu ke waktu. Pada sidang Masyarakat Linguistik
Paris, 24 mei 1873, Dufriche Desgenettes mengusulkan nama fonem, sebagai
padanan kata Bjm Sprachault. Ferdinand De Saussure dalam bukunya “ Memorie Sur
Le Systeme Primitif Des Voyelles Dan Les Langues Indo-Europeennes” memoir
tentang sistem awal vokal bahasa–bahasa Indo eropa yang terbit pada tahun 1878,
mendefinisikan fonem sebagai prototip unik dan hipotetik yang berasal dari
bermacam bunyi dalam bahasa-bahasa anggotanya. Sejarah fonologi dalam makalah
ini akan lebih mengkhususkan membahas mengenai istilah fonem. Gambaran mengenai
perkembangan fonologi dari waktu ke waktu dapat dilihat lewat berbagai aliran
dalam fonologi.[1]
Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan bunyi-bunyi
(fonem) bahasa dan distribusinya. Fonologi diartikan sebagai kajian bahasa yang
mempelajari tentang bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat ucap manusia. Bidang kajian fonologi adalah
bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran dengan gabungan bunyi yang
membentuk suku kata. Asal kata fonologi,
secara harfiah sederhana, terdiri dari gabungan kata fon (yang berarti bunyi)
dan logi (yang berarti ilmu). Dalam khazanah bahasa Indonesia, istilah fonologi
merupakan turunan kata dari bahasa Belanda, yaitu fonologie. Fonologi terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu Fonetik dan
Fonemik. Fonologi berbeda dengan fonetik. Fonetik mempelajari bagaimana
bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafalkan. Fonetik juga
mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, terutama yang berhubungan dengan
penggunaan dan pengucapan bahasa.
Bahasa berperan penting bagi kelangsungan hidup manusia karena
bahasa merupakan salah satu media untuk menyampaikan pesan. Dalam proses
interaksi, salah satu media yang paling sesuai dalam proses interaksi yaitu
bahasa. Kedudukan bahasa sebgai alat penghubung dan penyelaras tidak bisa lepas
dari proses interaksi, sehingga ketiadaan bahasa akan menimbulkan masalah dalam
proses interaksi tersebut. Secara umum tujuan mempelajari suatu bahasa adalah
mampu menggunakan bahasa tersebut secara baik dan benar dalam berkomunikasi
lisan maupun tulisan, sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Dr. Muljanto
Sumardi “Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang yang mempelajari
bahasa asing tujuan ahirnya adalah agar dapat menggunakan bahasa tersebut baik
lisan maupun tulisan dengan tepat, fasih, dan bebas berkomunikasi dengan orang
yang menngunkaan bahasa tersebut.
Sebagai seorang
non-Arab, tentuny membaca teks Arab tidak semudah kita membaca huruf latin.
Bentuk huruf dan tata bunyinya yang sangat berbeda dengan bahasa Indonesia yang
menggunakan huruf latin menyebabkan beberapa kesalahan fonologi atau kesalahan
dalam melafalkan atau menuturkan setiap huruf yang merupakan lambang bunyi itu
sendiri. Kesalahan fonologi atau kesalahan pelafalan merupakan salah satu dari
kesalahan berbahasa yang harus dihindari karena berdampak pada kekeliruan
makna. Adanya kesalahan dalam pembelajaran bahasa bukanlah hal yang aneh, karena kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran. Oleh karena
itu, kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa harus diminimalisir bahkan
sebisa mungkin harus dihilangkan. Pada kesempatan ini penulis akan menjelaskan
fonologi (ad-dalalah sautiyyah) yang diamana akan lebih jelas pada pembahasan
dibawah ini.
Pengertian Fonologi (Dalalah Sautiyyah)
Ilmu
Adl-Dalalah artinya ilmu yang mempelajari tentang makna atau ilmu yang
mempelajari makna yang terkandung didalam lafadz-lafadz bahasa baik dalam kata
maupun struktur.[2]
Fonologi berasal dari kata phone = bunyi dan logos = ilmu. Fonologi adalah bagian linguistik yang
mempelajari, menganalisa dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. secara
umum Fonologi adalah ilmu yang mengkaji tentang sistem bunyi bahasa yang
dihasilkan oleh organ wicara (organ of speech) manusia. Fonologi bisa disebut
juga ilmu tata bunyi. Bunyi bahasa yang dimaksud adalah bunyi yang terdengar
berbeda oleh telinga dan yang mampu menghasilkan satuan akustik yang tidak
terbatas dalam satuan bahasa. Fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik)
yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya.
Jadi, dalalah sautiyyah adalah salah satu bagian dari ilm
ad-dalalah yang wilayah kajiannya masuk pada fonolaogi. Maksudnya adalah
yang menjadi tumpuan disini adalah bunyi, bunyilah yang kemudian menentukan
makna. Bunyi menjadi objek dari makna, sementara makna ditentukan pada
eksistensi bunyi tersebut.
Macam-macam Fonologi
Fonologi dibagi menjadi 2, yaitu Fonetik dan Fonemik.
1.
Fonetik
Fonetik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa
tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda
makna atau tidak. Fonetik mengkaji bagaimana bunyi bahasa itu dihasilkan, cara
produksi bunyi, tempat produksi bunyi dan sifat bentuk fisik bunyi.[3]
Menurut proses terjadinya, bunyi bahasa dibedakan menjadi 3 jenis
Fonetik, yaitu :
-
Artikulasi = Mengkaji tentang penghasilan bunyi-bunyi bahasa
berdasarkan fungsi mekanisme biologis organ tutur manusia
-
Akustik = Mempelajari bunyi
bahasa sebagai peristiwa gejala fisik atau fenomena alam (frekuensi getaran,
amplitudo)
-
Auditoris = bagaimana manusia menentukan pemilihan Penerimaan bunyi
bahasa oleh telinga atau menanggapi bagaimana seseorang pendengar menanggapi
bunyi-bunyi yang perlu di proses sebagai bahasa-bahasa bunyi makna.
Menurut Kridalaksana, Fonetik dibedakan menjadi :
-
Fonetik Instrumental = bagian fonetik yang merekam, menganalisis,
mengukur unsur-unsur bunyi dengan mesin
atau alat-alat elektronik seperti spektograf, osiloskop, dll,
-
Fonetik Parametris = memandang wicara sebagai sistem fisiologis
tunggal dengan variabel artikulasi dalam saluran suara yang terus menerus
bergerak dan saling bekerja sama dalam dimensi waktu untuk menghasilkan bunyi
menurut kaidah bahasa yang berlaku.
-
Fonetik Terapan = mencakup metode dan teknik pengucapan bunyi
dengan tepat. Contoh : untuk melatih orang yang gagap
Menurut Ibn
Jinni (tokoh pertama yang membahas persoalan ini secara komprehensif dalam
bukunya yaitu al-khasaais) Dalalah Sautiyyah dibagi menjadi dua, yaitu :
-
Tabi’iyyah (alamiah) = objek kajiannya adalah bunyi-bunyi alam yang
kemudian diserap kedalam bahasa, seperti orang Arab yang meniru suara jangkrik
dengan suara panjang صرّ (sarr) dan suara
gagak dengan غق (gak)
-
Tahliiliyyah (analitik) = berdasarkan
bunyi-bunyi yang bersifat analitik atau bunyi yang memiliki unsur-unsur yang
memungkinkan untuk diteliti.
2.
Fonemik
Fonemik mengkaji tentang sistem bunyi bahasa yang menitik beratkan
pembahasan pada bentuk yang berkaitan dengan bunyi yang membedakan makna
bahasa.
1.
Segmental
Fonem
yang dapat dianalisis , karena merupakan bagian dari unsur segmental bahasa.
bisa juga disebut Fonem Primer. Fonem ini dibagi menjadi : vokal, diftong, dan
konsonan.
2.
Suprasegmental
Fonem
Suprasegmental adalah fonem yang kehadirannya menyertai fonem segmental. Bisa
juga disebut fonem sekunder. Contoh : nada, intonasi, tekanan, dsb.
-
Tekanan = kuat lemahnya
suara ketika suatu bunyi bahasa diucapkan
-
Nada = tinggi
rendahnya atau turun naiknya suatu arus ujaran atau bunyi bahasa
-
Durasi = panjang
pendeknya waktu yang diperlukan untuk mengucapkan sebuah bunyi
Problematika Fonologi
Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan
bunyi-bunyi (fonem) bahasa dan distribusinya. Fonologi diartikan sebagai kajian
bahasa yang mempelajari tentang bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh
alat ucap manusia. Bidang kajian
fonologi adalah bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran dengan
gabungan bunyi yang membentuk suku kata.
Asal kata fonologi, secara harfiah sederhana, terdiri dari gabungan kata
fon (yang berarti bunyi) dan logi (yang berarti ilmu). Dalam khazanah bahasa
Indonesia, istilah fonologi merupakan turunan kata dari bahasa Belanda, yaitu fonologie. Fonologi terdiri dari 2 (dua)
bagian, yaitu Fonetik dan Fonemik. Fonologi berbeda dengan fonetik. Fonetik
mempelajari bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafalkan.
Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, terutama yang
berhubungan dengan penggunaan dan pengucapan bahasa. Dengan kata lain, fonetik
adalah bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau
bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Sementara itu,
Fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya
sebagai pembeda arti.[4]
Dalam
analisis kesalahan fonologi merupakan bentuk penyederhanaan dari analisis
kesalahan berbahasa dalam tataran fonologi. Kesalahan berbahasa dalam tataran
fonologi dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kesalahan ucapan atau pelafalan
dan kesalahan ejaan. Kesalhn ucapan terjadi dalam penggunaan bahasa secara
lisan, sedangkan kesalahan ejaan terjadi dalam penggunaan bahasa secara
tertulis. Contoh kajian analisis kesalahan fonologi adalah kesalahan melafalkan
bunyi /ع/ Menjadi أ// Misalnya kata عليم Menjadi أليم / عليم/ berarti pintar sedangkan أليم berarti pedih. Kesalahan fonem tersebut bias menyebabkan
perubahan arti, berarti fonem tersebut bersifat fungsional. Dan hal ini menjadi
bagian dari fonologi.
Posedur analisis kesalahan fonologi
Sebagaimana
telah penulis kemukakan sebelumnya bahwa analisis keslahan fonologi adalah
bentuk penyederhanaan dari analisis kesalahan berbahasa dalam tataran fonologi.
Jadi analisis kesalahan fonologi termasuk salah satu bentuk kegiatan analisis
kesalahan berbahasa. Henry Guntur menjelaskan tentang langkah-langkah yang
harus ditempuh dalam menganalisis kesalahan berbahasa, langkah-langkah tersebut
meliputi, kesalahan Kalimat-kalimat dapat berupa overtly idiosyncratic yaitu yang mempunyai cacat yang menyimpang
dari kaidah-kaidah bahasa sasaran dan convertly
idiosyncratic yaitu secara sepintas merupakan baik tetapi bila konteks
pemakainya diuji dan diteliti ternyata tidak grametis.[5]
Kedua, Mengklasifikasikan kesalahan berbahasa dalam tataran fonologi
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kesalahan ucapan atau pelafalan dan
kesalahan ejaan. Kesalahan ucapan terjadi dalam penggunaan bahasa secara lisan,
sedangkan kesalahan ejaan terjadi dalam penggunaan bahasa secara tertulis. Oleh
karena itu penulis melihat kesalahan siswa dalam kegiatn membaca teks berbahasa
Arab. Sehingga kategori yang penulis gunakan yaitu kategori kesalahan
pelafalan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nanik Setyawati dalam bukunya yang
berjudul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia” bahwa kesalahan pelafalan
dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu: Perubahan Fonem, Penghilangan Fonem,
Pengurangan Fonem.[6]
Berdasrkan
pengamatan penulis dalam menilai bahwasannya bentuk-bentuk kesalahan fonologi
yang terjadi dikala ini adalah dalam membaca. Jadi perubahan fonem, yang
meliputi pertukaran suara tipis (ringan) sebagai ganti huruf bersuara tebal
(berat) atau sebaliknya seperti, Pemakaian fonem /ه/ sebagai ganti dari fonem /ح/.
Pemakaian fonem /ت/ sebagai ganti dari /ط/
Pemkaian fonem /ع/ sebagai ganti dari /أ/
Faktor-faktor penyebab kesalahan fonologi dalam
membaca teks berbahasa Arab pada siswa dikarnakan yaitu, Karakteristik bahasa
Arab yang berbeda dengan bahasa Indonesia, Bahasa Arab merupakan pelajaran baru
bagi siswa. Minimnya semangat siswa dalam pembelajaran bahasa Arab. Oleh karena
itu, usaha yang dilakukan oleh guru untuk meminimasir kesalahan fonologi dalam
membaca teks berbahasa Arab pada siswa dengan, meningkatkan intensitas
pendamping iqra’ bagi siswa, guru melakukan sharing dengan forum yang memiliki
permasalahan serupa, memotivasi siswa agar bersemangat dalam pembelajaran
bahasa Arab.
Fonologi Dalam Bahasa Arab dan Non Arab
Makna yang terkandung dalam bahasa Arab cenderung terkait dengan
fonem yang ada didalam kata tersebut. Maksudnya, jika fonem suatu kata berubah,
maka makna dari kata tesebut ikut berubah. Salah
satu masalah yang dihadapi oleh seluruh Program Studi Bahasa (Sastra) Arab di
perguruan Tinggi adalah keeganan mahasiswa untuk menggunakan bahasa pengantar
bahasa Arab (seperti seminar khusus bahasa Arab). Padahal mereka telah
mendaptkan matakuliah kalam
(kemahiran berbicara) dengan jumlah satuan kredit semester (sks) yang cukup dan
telah dilatih secara intesi dalam waktu yang cukup memadai. Jika dipetak secara
garis besar, bahasa Arab terbagi atas dua ragam yakni, ragam bahasa Arab baku (fusha) atau sering disebut formal language yakni dipakai sebagai
bahasa resmi, yang merupakan perkembangan kembali bahasa Arab Klasik dan bahasa
yang dipakai dalam Al-Quran dan Hadist, dan ragam bahasa Arab Amiyah (bahasa sehari-hari, bahasa
pasaran, atau bahasa gaul) atau sering disebut in-formal language yang dipakai sebagi bahasa komunikasi no-formal
sehari-hari. Kedua jenis ini masing-masing mempunyai dialek geografis.
Perbedaan dialek geografis bahsa Arab baku tidak mencolok, misalnya /j/
diucapkan dengan /g/ di mesir, sementara di daerah Saudi Arabia dan sekitarnya
/g/ adalah realisasi pengucapan dari /q/.
Perbedaan
semacam ini masih mudah dimengerti oleh orang-orang non-Arab akan menemukan
banyak kesulitan dalam memahaminya. Misalnya ‘ayna tadzhab? Mau pergi kemana?’ dalam dialek amiyah Irak
diucapkan ‘win rayh? Kedua variasi di
atas bukan hanya pada segi fonetik, tetapi lebih pada pilihan kata. Ungkapan masyi: wain? Ma:sy? Aina? (anda berjaln
kemana?) sedangkan ungkapan win rayh?’ berasal
dari aina taruh’ (kemana Anda pergi?)
dengan perbedaan seperti itu orang-orang Indonesia (non-Arab pada umumnya) yang
telah belajar bahasa Arab di negaranya, masih akan mengalami kesulitan
komunkasi ketika berkunjung ke negara-negara Arab, karena bahasa sehari-hari
yang diapakai adalah bahasa amiyah.
Akan tetapi untuk mengikuti pelajaran di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi,
membaca buku dan majalah, atau mendengarkan pidato resmi yang menggunakan
bahasa baku, merka akan dapat memahami (Samsul Hadi 2005). Jadi masalah yang
timbul akibat banyaknya variasi bahasa amiyah
lebih banyak pada komunikasi lisan.
Kesimpulan
Fonologi
adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses
terbentuknya dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan
fungsional. Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil
yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan
makna. Varian fonem berdasarkan posisi dalam kata, misal fonem pertama pada
kata makan dan makna secara fonetis berbeda. Variasi suatu fonem yang tidak
membedakan arti dinamakan alofon. Kajian fonetik terbagi atas klasifikasi bunyi
yang kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif. Dan yang kedua
pembentukan vokal, konsonan, diftong, dan kluster. Dalam hal kajian fonetik,
perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk menemukan bunyi-bunyi yang
berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut. Dengan demikian fonemisasi itu
bertujuan untuk menentukan struktur fonemis sebuah bahasa, dan membuat ortografi
yang praktis atau ejaan sebuah bahasa. Gejala fonologi Bahasa Indonesia
termasuk di dalamnya yaitu penambahan fonem, penghilangan fonem, perubahan
fonem, kontraksi, analogi, fonem suprasegmental. Pada tataran kata, tekanan,
jangka, dan nada dalam bahasa Indonesia tidak membedakan makna. Namun,
pelafalan kata yang menyimpang dalam hal tekanan, dan nada kan terasa janggal.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta,1994)
Khusnul
Khitam, Achmad “Perilaku Fonem Dalam Bahasa Arab Dan Implikasinya Terhadap
Makna”
Pranowo,
Analisis Kesalahan Berbahasa,
(Yogykarata: Gajah Mada Universitiy, Prees, 1996)
Setyawati,
Nanik Analisis Kesalahan berbahasa
Indobnesia Teori dan Praktik, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010)
Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum,( Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 2002)
Yendra,
“Mengenal Ilmu Bahasa (
[3] Yendra, “Mengenal
Ilmu Bahasa (Linguistik)”, (Yogyakarta : Deepublish, 2008), hal 23
[4] Verhaar, Asas-asas
Linguistik Umum,( Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002), hal 15-17
[5] Nanik
Setyawati, Analisis Kesalahan berbahasa
Indobnesia Teori dan Praktik, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), hlm 17
[6] Pranowo, Analisis Kesalahan Berbahasa, (Yogykarata:
Gajah Mada Universitiy, Prees, 1996) hal 51
Comments
Post a Comment